(untuk salah satu tugas mata kuliah
softskill)
Beberapa
Aspek Etika Bisnis Islami
Kajian penting dalam Islam salah satunya adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika
adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat
prinsip yang mengatur hidup manusia). bahwa etika bisnis Islam mempunyai fungsi
substansial yang membekali para pelaku bisnis, beberapa hal sebagai berikut :
1.
Membangun kode etik islami yang mengatur, mengembangkan dan menancapkan metode
berbisnis dalam kerangka ajaran agama. Kode etik ini juga menjadi simbol arahan
agar melindungi pelaku bisnis dari resiko.
2.
Kode ini dapat menjadi dasar hukum dalam menetapkan tanggungjawab para pelaku
bisnis, terutama bagi diri mereka sendiri, antara komunitas bisnis, masyarakat,
dan diatas segalanya adalah tanggungjawab di hadapan Allah SWT.
3.
Kode etik ini dipersepsi sebagai dokumen hukum yang dapat menyelesaikan
persoalan yang muncul, daripada harus diserahkan kepada pihak peradilan.
4.
Kode etik dapat memberi kontribusi dalam penyelesaian banyak persoalan yang
terjadi antara sesama pelaku bisnis dan masyarakat tempat mereka bekerja.
5.
Sebuah hal yang dapat membangun persaudaraan (ukhuwah) dan kerja sama antara
mereka semua.
Berikut
ini ada 5 ketentuan umum etika berbisnis dalam Islam.
1. Kesatuan
(Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari
konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat
penting dalam sistem Islam.
2. Keseimbangan
(Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku
adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3.
Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
4.
Tanggungjawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5.
Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Masyarakat
Islam adalah masyarakat yang dinamis sebagai bagian dari peradaban. Dalam hal
ini, etika dengan agama berkaitan erat dengan manusia, tentang upaya pengaturan
kehidupan dan perilakunya. Jika barat meletakkan “Akal” sebagai dasar
kebenarannya. Maka, Islam meletakkan “Al-Qur’an” sebagai dasar kebenaran.
Teori
Ethical Egoism
Teori
Ethical Egoism, Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri, yang mengajarkan
bahwa benar atau salah dari suatu perbuatan yang dilakukan seseorang, diukur
dari apakah hal tersebut mempunyai dampak yang baik atau buruk terhadap orang
itu sendiri. Apa dampak perbuatan tersebut bagi orang lain, tidak relevan,
kecuali jika akibat terhadap orang lain tersebut akan mengubah dampak terhadap
pelaku yang bersangkutan
Egoisme
Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya
bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya
tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan
memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia
cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi
diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar. Egoisme
bermaksud bahawa sesuatu tindakan adalah betul dengan melihat kepada kesan
tindakan kepada individu. lndividu yang berpegang kepada falsafah ini percaya
bahawa mereka harus mengambil keputusan yang dapat memaksimumkan faedah kepada
diri sendiri. Terma “egoisme” berasal dari perkataan “ego”, perkataan Latin untuk
“aku” dalam Bahasa Malaysia. Egoisme perlu dibezakan dengan egotisme yang
bermaksud penilaian berlebihan psikologi terhadap kepentingan sendiri atau
aktiviti sendiri. Teori ini adalah bersifat individualistik.
Terdapat
dua kategori utama Egoisme iaitu Psychological Egoism dan Ethical Egoism.
(a)
Egoisme Secara Psikologi
Psychological
Egoism berpandangan bahawa setiap ormg sentiasa didorong oleh tindakan untuk
kepentingan diri. lanya juga mendakwa bahawa manusia sentiasa melakukan
perkara-perkara yang dapat memuaskan hati mereka ataupun yang mempunyai
kepentingan peribadi. Teori ini menerangkan bahawa tidak kira apa alasan yang
diberikan oleh seseorang, individu sebenarnya bertindak sedemikian sematamata
untuk memenuhi hasrat peribadi. Sekiranya pandangan ini benar maka keseluruhan
prinsip etika adalah tidak berguna lagi.
(b)
Egoisme Etikal
Ethical
Egoism menegaskan bahawa kita tidak harus mengabaikan secara mutlak kepentingan
orang lain tetapi kita patut mempertimbangkannya apabila tindakan itu secara
langsung akan membawa kebaikan kepada diri sendiri. Ethical Egoism adalah
berbeza dengan prinsip-prinsip moral seperti sentiasa bersikap jujur, amanah
dan bercakap benar. la kerana tindakan tersebut didorong oleh nilai-nilai luhur
yang sedia ada dalam diri manakala dalam konteks ethical egoism pula sesuatu
tindakan adalah didorong oleh kepentingan peribadi. Misalnya, seseorang
individu yang memohon pinjaman akan memaklumkan kepada pegawai bank tentang
kesilapan pihak bank bukan atas dasar tanggungjawab tetapi kerana beliau
mempunyai kepentingan diri.
Teori
Relativisme
Relativisme
berasal dari kata Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan
dengan arti katanya, secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan
manusia, budaya, etika, moral, agama, bukanlah perbedaan dalam hakikat,
melainkan perbedaan karena faktor-faktor di luarnya. Sebagai paham dan
pandangan etis, relativisme berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang
benar dan yang salah tergantung pada masing-masing orang dan budaya
masyarakatnya. Ajaran seperti ini dianut oleh Protagras, Pyrrho, dan pengikut-pengikutnya,
maupun oleh kaum Skeptik.
makna
relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin
bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan
budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak
bersifat mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham
relativisme apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat
mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu,
lingkungan maupun kondisi sosial.
Konsep
Deontology
Berasal
dari bahasa yunani Deon yang berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus. Etika
deontology ini lebih menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara
baik menurut teori ini tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan
namun berdasarkan baik pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini
adalah mutlak harus dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini
menyiratkan adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah
persoalan yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk
dari sudut pandang lain.
Pengertian
Profesi
Profesi adalah
kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris “Profess”, yang
dalam bahasa Yunani adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk
memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi
juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki
asosiasi profesi , kode etik , serta proses sertifikasi dan
lisensiyang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum,kedokteran , keuangan, militer ,teknik desainer, tenaga
pendidik.
Seseorang
yang berkompeten di suatu profesi tertentu, disebut profesional. Walau
demikian, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju
profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya,
sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu
profesi.
Kode
Etik
Pengertian
kode etik dan tujuannya – Kode etik adalah suatu sistem norma, nilai & juga
aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar &
baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari. Atau secara singkatnya
definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Tujuan
kode etik yaitu supaya profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada
para pemakai atau para nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi
perbuatan dari yang tidak profesional.
Prinsip
Etika Profesi
Tuntutan
profesional sangat erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing
profesi. Kode etik itu berkaitan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi. Di sini akan dikemukakan empat prinsip etika profesi yang
paling kurang berlaku untuk semua profesi pada umumnya. Tentu saja
prinsip-prinsip ini sangat minimal sifatnya, karena prinsip-prinsip etika pada
umumnya yang paling berlaku bagi semua orang, juga berlaku bagi kaum
profesional sejauh mereka adalah manusia.
1.
Pertama, prinsip tanggung jawab. Tanggung jawab adalah satu prinsip pokok bagi
kaum profesional, orang yang profesional sudah dengan sendirinya berarti orang
yang bertanggung jawab. Pertama, bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pekerjaannya dan terhadap hasilnya. Maksudnya, orang yang profesional tidak
hanya diharapkan melainkan juga dari dalam dirinya sendiri menuntut dirinya
untuk bekerja sebaik mungkin dengan standar di atas rata-rata, dengan hasil
yang maksimum dan dengan moto yang terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan
pekerjaannya sebaik mungkin dan dengan hasil yang memuaskan dengan kata lain.
Ia sendiri dapat mempertanggungjawabkan tugas pekerjaannya itu berdasarkan
tuntutan profesionalitasnya baik terhadap orang lain yang terkait langsung
dengan profesinya maupun yang terhadap dirinya sendiri. Kedua, ia juga
bertanggung jawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan
orang lain khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya. Pada tingkat
dimana profesinya itu membawa kerugian tertentu secara disengaja atau tidak
disengaja, ia harus bertanggung jawab atas hal tersebut, bentuknya bisa
macam-macam. Mengganti kerugian, pengakuan jujur dan tulus secara moral sebagai
telah melakukan kesalahan: mundur dari jabatannya dan sebagainya.
2.
Prinsip kedua adalah prinsip keadilan . Prinsip ini terutama menuntut orang
yang profesional agar dalam menjalankan profesinya ia tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang yang dilayaninya dalam rangka
profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut agar dalam menjalankan
profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap
siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa profesionalnya
.prinsip “siapa yang datang pertama mendapat pelayanan pertama” merupakan
perwujudan sangat konkret prinsip keadilan dalam arti yang seluas-luasnya
.jadi, orang yang profesional tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya dan juga
kadar dan mutu pelayanannya itu jangan sampai terjadi bahwa mutu dan itensitas
pelayanannya profesional dikurangi kepada orang yang miskin hanya karena orang
miskin itu tidak membayar secara memadai. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa
kasus yang sering terjadi di sebuah rumah sakit, yang mana rumah sakit tersebut
seringkali memprioritaskan pelayanan kepada orang yang dianggap mampu untuk
membayar seluruh biaya pengobatan, tetapi mereka melakukan hal sebaliknya
kepada orang miskin yang kurang mampu dalam membayar biaya pengobatan.
Penyimpangan seperti ini sangat tidak sesuai dengan etika profesi, profesional
dan profesionalisme, karena keprofesionalan ditujukan untuk kepentingan orang
banyak (melayani masyarakat) tanpa membedakan status atau tingkat kekayaan
orang tersebut.
3.
Prinsip ketiga adalah prinsip otonomi. Ini lebih merupakan prinsip yang
dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia luar agar mereka diberi
kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Sebenarnya ini merupakan
kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena, hanya kaum profesional
ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut
campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini terutama ditujukan kepada
pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus menghargai otonomi profesi yang
bersangkutan dan karena itu tidak boleh mencampuri urusan pelaksanaan profesi
tersebut. Otonomi ini juga penting agar kaum profesional itu bisa secara bebas
mengembangkan profesinya, bisa melakukan inovasi, dan kreasi tertentu yang
kiranya berguna bagi perkembangan profesi itu dan kepentingan masyarakat luas.
Namun begitu tetap saja seorang profesional harus diberikan rambu-rambu /
peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk membatasi / meminimalisir adanya
pelanggaran yang dilakukan terhadap etika profesi, dan tentu saja peraturan
tersebut ditegakkan oleh pemerintah tanpa campur tangan langsung terhadap
profesi yang dikerjakan oleh profesional tersebut.
Hanya
saja otonomi ini punya batas-batasnya juga. Pertama, prinsip otonomi dibatasi
oleh tanggung jawab dan komitmen profesional (keahlian dan moral) atas kemajuan
profesi tersebut serta (dampaknya pada) kepentingan masyarakat. Jadi, otonomi
ini hanya berlaku sejauh disertai dengan tanggung jawab profesional. Secara
khusus, dibatasi oleh tanggung jawab bahwa orang yang profesional itu, dalam
menjalankan profesinya secara otonom, tidak sampai akan merugikan hak dan
kewajiban pihak lain. Kedua, otonomi juga dibatasi dalam pengertian bahwa kendati
pemerintah di tempat pertama menghargai otonom kaum profesional, pemerintah
tetap menjaga, dan pada waktunya malah ikut campur tangan, agar pelaksanaan
profesi tertentu tidak sampai merugikan kepentingan umum. Jadi, otonomi itu
hanya berlaku sejauh tidak sampai merugikan kepentingan bersama. Dengan kata
lain, kaum profesional memang otonom dan bebas dalam menjalankan tugas
profesinya asalkan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tetentu, termasuk
kepentingan umum. Sebaliknya, kalau hak dan kepentingan pihak tertentu
dilanggar, maka otonomi profesi tidak lagi berlaku dan karena itu pemerintah
wajib ikut campur tangan dengan menindak pihak yang merugikan pihak lain tadi.
Jadi campur tangan pemerintah disini hanya sebatas pembuatan dan penegakan etika
profesi saja agar tidak merugikan kepentingan umum dan tanpa mencampuri profesi
itu sendiri. Adapun kesimpangsiuran dalam hal campur tangan pemerintah ini
adalah dapat dimisalkan adanya oknum salah seorang pegawai departemen agama
pada profesi penghulu, yang misalnya saja untuk menikahkan sepasang pengantin
dia meminta bayaran jauh lebih besar daripada peraturan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah.
4.
Prinsip integritas moral. Berdasarkan hakikat dan ciri-ciri profesi di atas
terlihat jelas bahwa orang yang profesional adalah juga orang yang punya
integritas pribadi atau moral yang tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen
pribadi untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan
orang lain dan masyarakat. Dengan demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan
tuntutan kaum profesional atas dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas
profesinya ia tidak akan sampai merusak nama baiknya serta citra dan martabat
profesinya. Maka, ia sendiri akan menuntut dirinya sendiri untuk bertanggung
jawab atas profesinya serta tidak melecehkan nilai yang dijunjung tinggi dan
diperjuangkan profesinya. Karena itu, pertama, ia tidak akan mudah kalah dan
menyerah pada godaan atau bujukan apa pun untuk lari atau melakukan tindakan
yang melanggar niali uang dijunjung tinggi profesinya. Seorang hakim yang punya
integritas moral yang tinggi menuntut dirinya untuk tidak mudah kalah dan
menyerah atas bujukan apa pun untuk memutuskan perkara yang bertentangan dengan
prinsip keadilan sebagai nilai tertinggi yang diperjuangkan profesinya. Ia
tidak akan mudah menyerah terhadap bujukan uang, bahkan terhadap ancaman teror,
fitnah, kekuasaan dan semacamnya demi mempertahankan dan menegakkan keadilan.
Kendati, ia malah sebaliknya malu kalau bertindak tidak sesuai dengan niali-nilai
moral, khususnya nilai yang melekat pada dan diperjuangkan profesinya. Sikap
malu ini terutama diperlihatkan dengan mundur dari jabatan atau profesinya.
Bahkan, ia rela mati hanya demi memepertahankan kebenaran nilai yang
dijunjungnya itu. Dengan kata lain, prinsip integritas moral menunjukan bahwa
orang tersebut punya pendirian yang teguh, khususnya dalam memperjuangjan nilai
yang dianut profesinya. Biasanya hal ini (keteguhan pendirian) tidak bisa
didapat secara langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja
seorang yang baru lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat
menjalankan seluruh profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman
(jam terbang) dokter tersebut dalam melayani masyarakat.
Sumber
: